Setiap orang pasti menginginkan hidup di negara maju. Kita tahu bahwa negara maju didasari dengan budaya baca yang baik. Hal inilah yang merupakan perbedaan paling mendasar antara negara maju dengan negara berkembang seperti Indonesia.
Oleh
Werdi Ningrum)*
SMKN
2 Temanggung
![]() |
Perpustakaan SMKN 2 Temanggung |
Setiap
orang pasti menginginkan hidup di negara maju. Kita tahu bahwa negara maju
didasari dengan budaya baca yang baik. Hal inilah yang merupakan perbedaan
paling mendasar antara negara maju dengan negara berkembang seperti Indonesia.
Di negara maju, sebagian besar orang memanfaatkan waktu luang untuk membaca karena
kebanyakan dari mereka berpikir bahwa membaca dapat menambah pengalaman dan
pengetahuan untuk kehidupan mereka agar lebih baik.
Jika
kita menengok ke negara kita, sudahkah Indonesia mempunyai budaya baca yang
tinggi? Apa yang orang Indonesia lakukan dengan waktu luangnya? Saya rasa
belum. Pada umumnya, orang Indonesia lebih memilih untuk duduk santai atau mengobrol
saat waktu senggang dibandingkan dengan membaca. Apalagi bagi orang yang berekonomi menengah ke bawah.
Mereka berpikiran bahwa membaca hanya akan membuang-buang waktu mereka. Akan tetapi, tidak semua orang berpikiran demikian.
Rendahnya budaya baca di Indonesia bukan hanya karena faktor tersebut. Mengapa?
Aktivitas membaca harus didasari dengan minat. Artinya, yang perlu dikaji di sini
juga semangat setiap individu untuk
menumbuhkan minat baca mereka sendiri.
Secara
umum, dapat dikatakan bahwa salah satu tempat untuk mewujudkan budaya baca yang
tinggi adalah perpustakaan. Perpustakaan adalah tempat di mana semua orang bisa
menemukan berbagai bahan bacaan. Namun kenyataannya, perpustakaan yang ada saat ini terutama di
sekolah sangat jarang peminatnya termasuk dari kalangan pelajar dan guru-guru.
Sudah
tidak asing lagi bahwa sekolah merupakan
tempat yang sangat tepat untuk menggali minat dan kebiasaan membaca bagi
pelajar maupun warga sekolah. Peran perpustakaan dalam meningkatkan budaya baca
sangatlah penting karena aktivitas membaca tidak bisa lepas dari tempat dan bahan bacaannya. Jelas
sudah bahwa perpustakaanlah yang menyediakan banyak bahan bacaan bagi siapa pun.
Baik itu perpustakaan daerah maupun perpustakaan sekolah.
Pada
era globalisasi seperti ini, semua orang
dituntut untuk mengenal teknologi modern. Akan tetapi, hal itu
tidak berarti bahwa anak-anak dan remaja yang merujuk pada usia 12 - 23 tahun
harus meninggalkan kewajibannya untuk membaca. Pada masa kanak-kanak, biasanya
mereka suka membaca buku yang bergambar
lucu dan memuat angka. Namun, pada masa
sekarang, mereka justru lebih mengenal teknologi modern seperti handphone, internet, dan televisi daripada buku bacaan.
Lingkungan
keluarga juga sangat berpengaruh terhadap minat baca seseorang. Keluarga adalah
aset pertama di mana seorang anak belajar apa pun untuk pertama kalinya. Oleh karena itu, seharusnya pada usia dini, anak sudah diajarkan membaca dari kata-kata
yang setiap hari diucapkan atau dijumpainya, misalnya kata Ibu, Ayah, dan lain
sebagainya.
Seseorang
juga butuh motivasi untuk menghidupkan minat baca dalam dirinya yang sudah
terpendam. Salah satunya dengan
bimbingan orang tua dan ajakan teman-temannya. Seorang siswa akan malu bila ia
tidak ikut mengunjungi perpustakaan jika semua temannya pergi untuk membaca di
perpustakaan. Akan tetapi, motivasi
seperti ini belum cukup untuk dapat menumbuhkan
minat membaca seseorang. Mereka butuh kesadaran dan tujuan pribadi tanpa
pengaruh dari pihak lain sehingga mereka lebih percaya diri dan yakin akan manfaat membaca.
Minat
seseorang untuk membaca jelas berbeda-beda. Jika dalam diri seseorang tidak tertanam minat
untuk membaca, maka orang tersebut tidak akan tahu seberapa berartinya
menggunakan waktu senggang untuk membaca. Jika seseorang mempunyai minat
membaca yang telah tertanam dalam hati, maka mereka akan menerapkan budaya
membaca dengan paling tidak membaca koran atau suatu buku bacaan. Hal tersebut
membutuhkan pondasi yang cukup kuat, karena pada usia remaja atau bisa dibilang
anak setingkat SMA masih sangat labil dalam berpikir. Artinya, meskipun seorang
anak telah menanamkan minat untuk membaca, bisa saja tiba-tiba berubah karena
pengaruh dari teman sebayanya.
Hal
ini tentu menjadi masalah yang sangat besar. Maraknya sosial media seperti facebook dan twiter menjadikan pelajar
semakin berkurang minatnya untuk
mengunjungi perpustakaan di sekolah. Mereka lebih suka pergi ke kantin untuk
mengisi perut dan bermain dengan handphonenya, mengakses facebook
ataupun twiter dibandingkan membaca di perpustakaan.
Di sisi
lain, munculnya kebijakan-kebijakan yang
menuntut siswa agar tidak hanya unggul dalam prestasi namun juga unggul dalam
kreativitas menjadikan siswa semakin jenuh dan lebih malas lagi untuk membaca
apalagi mengunjungi perpustakaan. Padahal, kebijakan tersebut seharusnya mendorong
siswa untuk lebih kreatif, inovatif, dan inspiratif dalam mengerjakan
tugas-tugas dan tanggung jawabnya sebagai pelajar. Oleh karena itu, masalah ini
harus segera terselesaikan dan perpustakaan harus menjadi jembatan untuk
meningkatkan budaya baca bagi siswa, guru, maupun masyarakat umum untuk
mewujudkan negara Indonesia yang maju dan sejahtera.
Lalu
bagaimana caranya? Caranya adalah dengan menyediakan sebuah perpustakaan yang
nyaman dengan berbagai fasilitas yang memadai. Memang, sudah banyak sekolah
yang menyediakan perpustakaan yang dilengkapi dengan sarana prasarana yang lengkap
dan disertai penataan ruang yang nyaman. Akan tetapi, hal tersebut belum
diikuti dengan banyaknya jumlah pengunjung. Masih banyak siswa bahkan guru tidak
suka mengunjungi perpustakaan. Hali ini
menjadi penanda bahwa perpustakaan yang sudah tersedia masih kurang diminati
oleh siswa maupun guru-guru.
Sebenarnya
fasilitas saja masih kurang untuk menumbuhkan minat baca bagi siswa. Lokasi dan
penyajian buku-buku dalam perpustakaan juga menjadi salah satu alasan kenapa
perpustakaan sangatlah jarang peminatnya. Guru pun merupakan salah satu faktor penentu
yang dapat menjadikan siswa mau belajar dan membaca di perpustakaan. Bagaimana bisa seorang siswa mau mengunjungi
perpustakaan sedangkan guru-gurunya lebih memilih duduk di kantin saat jam
mengajarnya kosong? Sama halnya dengan pepatah yang mengatakan “Guru kencing berdiri murid kencing berlari”.
Pepatah tersebut menggambarkan bahwa seorang guru menjadi cermin bagi siswanya.
Jika guru tidak mau mengunjungi perpustakaan kenapa siswanya diwajibkan untuk
membaca dan belajar di perpustakaan?
Maka
dari itu, alangkah lebih baiknya jika guru-guru sering mengunjungi perpustakaan
untuk membaca. Peran guru di sini tidak hanya memberikan materi dan mendidik
murid-muridnya tetapi juga memberikan ajakan serta motivasi agar siswa mau
berkunjung ke perpustakaan. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah pada
saat memberikan tugas-tugas sekolah kepada muridnya, tugas tersebut harus
dikerjakan dengan membaca dan mengambil bahan rujukan atau referensi dari
perpustakaan. Dengan menyertakan sumber referensinya yaitu buku apa yang
dibacanya, siapa pengarang dan penerbitnya, pada halaman berapa rujukan
diambil, merupakan pemaksaan kepada siswa untuk membaca buku-buku referensi sehingga mau tidak mau siswa harus mengunjungi
perpustakaan untuk membaca tersebut.
Seperti
yang telah tertulis di atas, lokasi juga sangat penting agar perpustakaan
banyak pengunjungnya. Di sekolah, perpustakaan akan lebih sering dikunjungi apabila letaknya strategis. Letak perpustakaan
yang tidak jauh dari semua ruang kelas atau berada di tengah-tengah dari semua ruang kelas akan
mendorong siswa untuk berkunjung ke perpustakaan sehingga tidak ada siswa yang
beralasan kejauhan untuk mengunjungi perpustakaan. Perpustakaan juga tidak
boleh dekat dengan sumber kebisingan misalnya
kantin, bengkel, atau laboratorium praktik industri. Hal ini karena pada
umumnya seseorang lebih suka membaca dalam suasana yang tenang.
Penataan
rak-rak dan bukunya pun harus rapi. Buku-buku yang ada di perpustakaan
seharusnya menarik. Bukan hanya buku-buku ilmu pengetahuan yang tebal tetapi juga
buku cerita, komik humor, kisah remaja, atau pun novel-novel yang diminati oleh
remaja khususnya pada perpustakaan sekolah tingkat menengah ke atas.
Buku-bukunya pun harus disampul dengan rapi dan bagus agar menarik perhatian
siswa. Selain itu, buku referensi juga
harus selalu up to date sehingga
siswa tidak bosan dalam membacanya.
Kepala
sekolah juga berperan dalam meningkatkan budaya baca di sekolah. Akan lebih baik
jika kepala sekolah menganjurkan kepada guru-guru agar senantiasa memanfaatkan perpustakaan
sebagai sumber belajar. Perpustakaan juga harus memberi berbagai kemudahan bagi
siswa dalam mendapatkan buku bacaan yang diinginkannya, misalnya dengan memberi
daftar nama buku dalam rak. Selain itu, pengunjung akan merasa lebih nyaman
jika diberi kebebasan dalam membaca apa pun di perpustakaan. Pengelolaan
perpustakaan dan kebersihannya juga hal penting agar pengunjung merasa betah
dan nyaman.
Penghargaan
yang diberikan oleh perpustakaan kepada siswa yang paling sering mengunjungi
juga bisa mempengaruhi minat baca pelajar. Perpustakaan juga harus bisa
memahami keinginan remaja, seperti hal-hal simpel yang berkesan, hal-hal baru,
penemuan baru, dan sesuatu yang yang
membuat pelajar menjadi penasaran.
Bisa
dicontohkan dengan penataan ruang yang simpel namun menarik, seperti terdapat
tempat lesehan yang dilengkapi dengan meja kecil sehingga siswa akan merasa
nyaman saat membaca. Selain itu, juga
bisa dengan meja bundar agar siswa bisa mengerjakan tugas berkelompok. Hal simpel
dan tidak harus mewah seperti itu bisa menjadikan perpustakaan terkesan
artistik sehingga akan menarik minat
pembaca.
Hal-hal
baru seperti majalah dinding yang diganti secara berkala dan dikelola bergiliran
oleh siswa juga merupakan hal yang menarik. Walaupun belum pasti dibaca tetapi hal tersebut sudah lebih baik karena dapat
menarik siswa agar mau berkunjung ke perpustakaan walaupun hanya untuk sekedar melihat
majalah-majalah dinding buatan siswa-siswa lainnya. Idealnya memang akan jauh
lebih baik apabila siswa mau membaca, tetapi semua itu bisa dimulai dengan
hal-hal kecil seperti itu.
Bagaimana
dengan sesuatu yang membuat penasaran tiap harinya? Ini bisa dilakukan dengan
menugaskan 2 - 4 siswa untuk menjadi petugas perpustakaan setiap hari secara
bergiliran. Ini akan menjadi salah satu hal yang menarik bagi siswa karena
penasaran siapa penjaga perpustakaan hari ini. Akan sangat menyenangkan jika kita melihat
teman yang sedang bertugas dan membayangkan diri kita besok akan seperti apa
saat menggantikannya.
Anjuran
untuk siswa agar bisa menemukan hal-hal atau informasi juga bisa membawa siswa
mengunjungi perpustakaan. Ini bisa dilakukan dengan memberikan tugas wajib
yaitu menempelkan informasi baru selama seminggu sekali di perpustakaan.
Sedikit demi sedikit dorongan atau paksaan dengan arti untuk kebaikan ke depannya
pasti akan berujung baik, dan menjadikan kebiasaan bagi siswa untuk berkunjung
dan membaca di perpustakaan.
Acara
pameran buku di sekolah juga sangat berpengaruh dalam peningkatan pengunjung
perpustakaan. Setelah ada pameran, pastinya siswa akan mencari buku-buku yang
diinginkannya untuk dibaca. Perpustakaan merupakan satu-satunya tempat untuk
menemukan buku tersebut. Jadi, menurut
saya acara pameran itu baik dilakukan setahun dua kali atau menurut kesepakatan
sekolah. Maka dari itu, acara-acara yang berkaitan dengan perpustakan sangat
baik untuk diikuti.
Satu
hal lagi yang membuat pelajar merasa asing dengan perpustakaan, yaitu kurangnya
sosialisasi atau pengenalan tentang membaca dan apa itu perpustakaan. Saya rasa
apabila pelajar telah mengetahui fungsi dan arti atau tujuan dari membaca dan
berkunjung ke pepustakaan, pelajar akan berbondong-bondong menuju ke
perpustakaan untuk mebaca dan belajar.
Kesimpulannya
adalah, orang tua adalah aset utama yang membawa anak menjadi apa pun. Termasuk
yang membuat anak cinta membaca ataukah lebih memilih menonton acara televisi dan
bermain game. Selain itu, guru juga sangat besar pengaruhnya dalam memberikan
bimbingan dan motivasi agar siswa lebih mencintai membaca dan mencari ilmu
pengetahuan di perpustakaan yang sumber referensinya lebih jelas dibandingkan
dengan di internet. Para guru pun tidak boleh enggan untuk mengunjungi dan
membaca di perpustakaan agar murid-muridnya bisa bercermin dan ikut membiasakan
diri untuk mengunjungi perpustakaan. Hal lain yang ikut mendukung terwujudnya
budaya baca yang tinggi adalah dengan menjadikan perpustakaan sebagai tempat
yang nyaman untuk membaca, sehingga perpustakaan benar-benar dapat menjadi
jembatan yang dapat menghubungkan pembacanya dengan dunia pengetahuan yang tak
terbatas.
Harapan
saya setelah ini adalah, kita semua bisa bersama-sama membawa kemajuan bagi
Negara Indonesia dengan meningkatkan budaya baca. Salah satunya yaitu dengan
mengunjungi perpustakaan di daerah atau sekolah masing-masing sehingga ke depannya
kita bisa maju dan sejahtera bersama.
Jika
hari ini kita belum terbiasa atau masih asing dengan perpustakaan, mulailah
biasakan diri untuk cinta membaca dan cinta pengetahuan dengan lebih mengenal dekat perpustakaan
sekolah karena dari situlah kita bisa mendapatkan impian kita.
)*Artikel ini meraih Juara Harapan III Lomba penulisan artikel populer tingkat SLTA se-Jawa Tengah tahun 2015
COMMENTS